Burung kertas




Beri aku waktu untuk meruang,
akan ku buat burung-burung kertas dari kertas usang yang kau buang...


Untitled...



Hey... Jangan pernah berhenti!
apalagi berulang menoleh kebelakang
sepeda kita akan terjatuh!

Ayo terus mengayuh,
masih jauh... jauh perjalanan yang harus kita tempuh.

Biar langit diatas kepala kita bergemuruh
kita tak boleh mengeluh

Biar terik bercucur peluh
kita harus tetap mengayuh

Senyum kita akan tetap utuh...


Karang...




Ingin berguru pada karang, berulang kali dihempas gelombang namun tak pernah mengerang...

Catatan kecil sepertiga malam...

Oh tuhan, indahnya berdamai dengan hati... seperti karang yang tak pernah mengerang, perdu yang tak pernah mengadu, melerai segala peperangan dalam diri. Sudah saatnya kelenjar airmata berhenti bekerja! agar tak buta mata atas segala rahmat dan karunia.

Taman suropati, Juli ke tujuh belas 2010

Tak sukar...



Sastra bukan belukar, namun sastra akan tetap menjadi akar.
akar yang mencengkram kedalaman hati
dan mendongakkan kata keindahan...

Mengurai rindu dalam perdu



aku berjalan...
memapah langkah menuju perindu hati
menelusuri rasa dalam kalbu
megurai berjuta kisah, peluh, & rindu

aku terus berjalan...
menerjang karang, merobek ilalang
menerjang perdu, meredam rindu
lelah takan mampu membelah rasa

hmmm... hampir saja!
aku tehempas badai airmata di utara
namun, hatiku masih kokoh mendekap rasa
rasa yang ku bawa untuknya...


Aku pasrah...




ada gundah
yang tak berkesudah

sorot mata mulai melemah
pun kepala sudah tak mampu menengadah

aku pasrah...

(Rel 15 April 2010, diatas gerbong kereta api Argojati)

Sudah saatnya kelenjar airmata berhenti bekerja



gemuruh dihati belum jua berlalu
seusai badai malam itu
sendu menderu
relung waktu

sesaat, terhempas di ruang eksekusi
seperti nadi yg tak berdetak
dan waktu yg tak berdetik
semua mata nanar tertuju padanya

tertunduk ia, menghitung titik airmata
perlahan melemah tatapan mata sayu
menohok hati, saat esok pagi ada rasa yang harus dibalut kafan
rasa yang selama ini menjadi mutiara hatinya
________________________________


meski mutiara harus terbalut kafan & terkubur dalam dalam
mutiara akan tetap menjadi mutiara

sudah saatnya kelenjar airmata berhenti bekerja

dermaga malammalam




semakin merapat ke dermaga
semakin dekat dengan malammalam yg telah ditinggalkan
malam yg hampir memudar
semoga tak perlu pijarkan lilin
bintang masih terjaga
diatas kepala kita

aku rela berpisah dengan malam
tapi bukan untuk saat ini...

Senja dermaga pulau semak daun

untuk Ibu...



Terbayang...
raut wajah sendu penuh kehangatan
garis usia di keningnya begitu nampak
pantulkan rona kasih yang tak pernah tersisih

Terperangah...
mataku melihat Bulir-bulir padi menunduk kagum
saat menyaksikan ia membawakanku secangkir kasih
yg telah ia buat sedari malam, ya sedari malam (tutur ayahku)

Terngiang...
ayat ayat Illahi yg begitu indah terlantun dari bibirnya
di sepertiga malam seusai sujudnya, saat semua mata masih merekat lelap
ia terjaga disamping tidurku, bersimpuh melantunkan ayat-ayat Illahi
syahdu, terdengar sayup sayup diantara suara gemericik hujan

Ku merindu...


ada kabut dimataku, kabut airmata haru
untuk ibu...


Tujuh dua puluh Lima



Tujuh dua puluh Lima
Jarum waktu tergambar dimataku
Langit begitu lebam, Seusai rintik airmata malam
Menyisakan dingin untuk malam dan sepenggal kerinduan

Aku menghabiskan detik diatas becak tua
Bersama seorang bapak tua, pengayuhnya
Menyusuri setiap jalan malam
Tanpa arah, namun malam cukup indah

Aku Mencari serpihan hati yg tercecer sore tadi