Tuhan, Jangan ambil sahabat kecilku…


Pagi tak lagi riang
Harusnya berdendang
Sudah lama matamu tertutup, namun
Ku tau engkau memandang
Meski separuh hidupmu mengatup

Jangan pergi…
Terlalu dini…
Kau membuka mata menatap indahnya dunia

Hmmm sepertinyaaa, sore ini akan turun hujan
Bernyanyilah dibawah pelangi
Senandungkan elegi

Tuhan, Jangan ambil sahabat kecilku…

menggigil disatu titik pilu


hatiku menggigil disisi perapian
aku tak berdaya, saat hati ini meronta
meminta selimut pelindung malamku

satu garis cahaya api menembus sudut mata
sadarkan dari lamunan pekat & tatapan kosong
tapi hati ini tetap saja menggigil

sampai bara api menjadi abu
tetap saja ia tertegun tak berucap
menggigil disatu titik pilu

panglimaku yang kian rapuh...



tak berdaya, sungguh
saat waktu gerogoti raut kulitmu
hingga bergaris garis miris
lalu mengoyak tangguhmu

ingin hati, membawamu lari dari lorong waktu
namun, ku tak berdaya hempaskan sang waktu

perlahan usia merayapi perkasamu
pun sang waktu hinggapi rapuhmu

airmata haru untuk panglima keluargaku
yang kian rapuh, namun jiwanya tetap tangguh

ayah...


Wahyu Munajat, 2009
Ruang ICU RS. Ciremai - Cirebon
(saat terjaga disamping tidur ayahku yg sedang koma)

Kidung sunyi : Jumat 15 Januari 2010 (03.00 wib), Saat Matahari masih tertidur diantara lantunan kidung rinai hujan. Ayahku menutup mata dan menghembuskan nafas mengakhiri denyut nadi terakhirnya. Selamat jalan panglima keluargaku yg tangguh…
doa & cinta kami takkan pernah usai.


antara peluh & keluh malam itu


belum jua ku seka peluh di keningku,
kau sudah mengajakku berpacu ke satu waktu

belum jua kutanggalkan baju lusuhku,
kau sudah mengoyak seisi aku

beri aku lima menit saja, hanya itu
biar kuredam peluh & keluh
setelah semuanya luluh

kan kukatakan, yang lalu
dimana hatiku kusimpan, kemarin lalu...